Setelah beberapa pertemuan kita
sudah mempelajari feminis libral, radikal dan juga marxis. Sekarang kita
mempelajari bab selanjutnya yaitu feminisme psikoanalisis dan gender.
Psikoanalisis dan gender berpendapat bahwasanya cara bertindak perempuan
berakar pada pesik perempuan, terutama dalam cara berfikir perempuan.
Berdasarkan konsep freud seperti tahapan odipal dan kompleks odipus, mereka
mengklaim bahwa ketidak setaraan gender berakar pada rangkaian pengalaman pada
masa kanak-kanak awal mereka, yang mengakibatkan bukan saja cara laki-laki
memandang dirinya sebagai maskulin dan perempuan memandang dirinya
feminin. Melainkan juga cara pandang
masyarakat bahwasanya maskulinitas lebih baik daripada feminitas. Berhipotesis
dalam masyarakat nonpatriarkal, maskulinitas dan feminitas akan dikonstruksikan
berbeda dan dihargai secara setara, pesikoanalisis berpandangan bahwa kita
harus bergerak maju menuju masyarakat androgin, masyarakat ini manusia yang
seutuhnya merupaakan campuran dari sifat-sifat positif feminin dan juga
maskulin.
Lainhalnya dengan feminis gender
yang berpendapat bahwa mungkin memang ada perbedaan biologis antara feminitas
dan juga maskulinitas. Mereka menekankan dalam nila-nilai tradisional yang
dihubungkan dengan perempuan adalah kelembutan, kesederhanaan, rasa malu, sifat
mendukung , empati, kepedulian, kehati-hatian, sifat merawat, intuisi,
sensitivitas, dan ketidakegoisan hal ini menutut psikologis gender lebih baik
daripada kelebihan nilai tradisional yang berhubungan dengan laki-laki, yaitu
kekerasan hati, ambisi, keberanian, kemandirian, ketegasan, ketahanan fisik,
rasionalitas, dan kendali emosi. Olehkarena itu feminisme gender menyimpulkan
bahwa perempuan harus berpegang teguh pada feminitasnya dan laki-laki harus
melepas bentuk eksrim dan juga maskulinnya. Menurut mereka, suatu
kepedulian(ethics of care) feminis harus menggantikan etika keadilan(ethics of
justice) maskulin.
Akar
feminisme psikoanalisis : Sigmund Freud
Para feminis yang mengambil sudut pandang ini,
melihat adanya kecocokan dengan teori yang dikemukakan oleh Freud. Dalam teori
Freud sendiri ada beberapa tahapan perkembangan psikoseksual masa kanak-kanak :
Tahap oral : Pada masa ini bayi mendapatkan
kenikmatan dengan menghisap payudara ibunya dan ibu jarinya sendiri atau
memasukkan benda apapun ke dalam mulutnya. Masa ini berlangsung sampai dengan
umur 2 tahun. Tahap anal : Tahap di mana anak merasakan kenikmatan ketika
mengendalikan pengeluaran kotoran dari lubang pengeluarannya, baik alat kelamin
maupun anusnya. Tahap phallis : Berlangsung antara umur 3-5 tahun. Anak mulai
merasakan kenikmatan kala mempermainkan atau mendapatkan sentuhan pada alat
kelaminnya. Laki-laki pada penis dan perempuan pada klitorisnya.
Pada
tahapan ini terjadi juga apa yang disebut Freud sebagai kompleks Oedipus.
Kompleks Oedipus merupakan proses permusuhan terhadap orangtua sejenis. Secara
gamblang, si anak akan memusuhi orangtua sejenisnya untuk mendapatkan cinta dan
perhatian dari orangtua lawan jenisnya.
Kritik Feminis Standar terhadap Freud
karena kecemburuan terhadap
penis, srta gagasan yang berhubungan dengan itu, gagasan yang berhubungan
dengan perempuan. Betty Friedan, Shulamit Fristone, dan Kate Millet berpendapat
bahwasanya posisi dan ketidak berdayaan perempuan terhadap laki-laki kecil
hubungannya dengan biologi perempuan, dan sangat berhubungan erat dengan
konstruksi sosial atas feminitas.
Menurut Betty Friedan, gagasan
Freud dibentuk olehkebudayaan yang digambarkan sebagai “Victorian”. Hal yang
paling mengganggu Freudan tentang Freud adalah apa yang dianggap sebagai
gagasan Freud atas determinisme biologis . dalam hal ini Freud beranggapan
bahwasanya peran reproduski, identitas gender dan kecenderungan seksual
perempuan di tentukan oleh ketidak adanya penis. Selain itu Freudan juga
menolak apa yang dianggapnya sebagai “pengajekan” Freud atas seks. Hal ini
mendorong perempuan untuk beranggapan bahwa ketidaknyamanan serta ketidak
puasan perempuan berasal dari ketikadanya penis saja, dan bukan setatus sosial
ekonomi serta budaya yang di untungkan oleh laki-laki, Freud mengarahkan
perempuan untuk percaya secara salah bahwa perempuan telah cacat. Selain itu
Freud juga mengansumsiukan bahwasanya perempuan dapat menganti penis dengan
bayi, oleh karena itu Freudian menyalahkan Freud yang telah menjadikan
pengalaman seksua secara spesifik. Secara khusus dia mengutuk Freud karena
telah mendorong perempuan untuk menjadi reseptif, pasif, bergantung pada orang,
dan selalu siap untuk mencapai apa yang seharusnya menjadi tujuan ahir dari
kehidupan seksual mereka :kehamilan.
Mencari Psikoanalisis dalam arah feminis
Psikoanalisis menyimpulkan bahwa
freud dan pengikutnya Helena Deu dan Erik Erikson memberikan konstribusinya
terhadap perempuan. Namun mereka juga percaya bahwasanya teks Freudian dapat
digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan feminis dan bukan tujuan feminis.
Asalkan feminisme mereinterpretasi teks-teks ini dengan menolak doktrin
determinisme biologis, dengan menekan pada tahapan pra-odipal sebagai kebalikan
tahapan perkembangan seksual manusia, atau dengan menceritakan kisah Oedipal
dengan suara yang non patriarkal.
Menolak
Determinisme Biologis Freud
Psikoanalisis feminis awal
seperti Alfred Adler, Karen Horney dan Clara Thomson telah merasa yakin bahwa
identitas gender, perilaku gender merupakan hasil dari fakta biologis.
Sebaliknya kesemua itu merupakan hasil dari nilai-nilai sosial. Dengan
menegaskan bahwasanya sifat perempuan bukanlah takdirnya bahwa kekurangan akan
penis menjadi penting hanya karena masyarakat lebih cenderung mengistimewakan
laki-laki daripada perempuan. Ketiga teoris ini mempunyai pandangan
masing-masing mengenai perempaun.
Ø
Alfred Adler
Menurut Adler, laki-laki dan
perempuan itu sama dan dilahirkan tanpa adanya kemampuan. Dan pengalaman hidup
manusia yang mengajarkan untuk mencapai “superioritas” hal ini tidak memandang
orang itu laki-laki maupun perempuan. Bentuk biologis seseorang tidak
secaralogis atau dapat dihindari, mengarah pada sifat psikolog tertentu.
Sebaliknya menurut Adler, manusia mempunyai”Diri kreatif” yang sejumlah makna
yang mungkin terhadap takdir. Menurut Adler takdir kita adalah semata-mata
material yang digunakan untuk membentuk Diri unik kita. Dengan memprtimbangkan
asumsi filosofis mengenai kelenturan manusia, Adler dapat memberikan
interesentasi yang nondetermistik menderita rasa inferioritas. Intinya adler
berpendapat bahwa semua manusia baik itu laki-laki ataupun perempuan mempunyai
kemampuan yang kreatif serta harat untuk memberdayakan dirinya melalui fikiran
ataupun tindakan.
Ø
Karen Horney
Horney juga sependapat dengan
Adler, bahwasanya lingkungan juga mempengaruhi perkembangan seseorang sebagai
manusia. Horney adalah salah satu mahasiswa ilmu kedokteran di Berlin, dia
mengalami bagaimana perempuan dibatasi kreatif prempuan. Ia mengkleim bahwa
persaan inferior perempuan bukanlah berasal dari kesadaran perempuan akan
kastrasinya, melainkan dari kesadaran akan subordinasi sosialnya. Horney
mengakui bahwasanya perempuan tidak memiliki kekutan atau kekuasaan yang
dipersentasikan oleh penis, ia menolak bahwasanya “perempuan biasa saja” secara
radikal cacat, hanya karna perempuan tidak memiliki penis. Sebaliknya ia
berargumen bahwasanya perempuan dipaksa untuk menjadi feminin dan mencoba
meyakinkan bahwa perempuan menyukai sifat femuinin. Apabila ada seorang
perempuan yang mengingikan sifat maskulin dianggap ”sakit” yang menderita
“kompleks maskulin” yang melarikan diri dari keperempuan”penggerak dan
pengguncang” dalam masyarakat “sakit”. Namun sebaliknya dengan Horney menggambarkan bahwasanya perempuan seperti
itu sebagai manusia yang berjuang untuk mencapai keseimbangan di antara tiga
penarik yang berbeda didalam karakternya: penarik yang tidak menonjolkan diri,
penarik yang mendendam diri, dan penarik yang ekspansif. Merasa tidak puas
dengan setatusnya yang merasa tidak berdaya dan hanya di belakang layar,
perempuan yang memilih untuk melampaui”feminitas” adalah ia yang sedang
menciptakan Diri edeal yang menciptakan sifat maskulin dan juga feminine.
Dengan kata lain perempuan-perempuan yang
mengetahui bagaimana anggapan masyarakat terhadap dirinya yang bukan
lagi biologi yang menjadikan perempuan dimasyarakat itu pada umumnya. Setelah
perempuan menyadari bagaimana perempuan sudah setara dengan dirinya maka
masyarakat hanya memiliki kekuatan yang sangat kecil.
Ø
Clara Thomson
Clara juga sependapat dengan apa
yang dikatakan oleh Adler dan juga Horney dalam memberikan gambaran
perkembangan sebagai proses perkembangan yang menjauh dari fakta biologis
seseorang, yang lebih mengarah pada proses pengasahan seseorang.
Thomson menjelaskan bahwa
pasivitas perempuan sebagai produk dari serangkaian hubungan laki-laki dan
perempuan yang tidak simentris dalam hal kepatuhan konstan kepada otoritas
laki-laki menyebabkan perempuan mempunyai ego yang lemah daripada laki-laki.
Identitas yang demikian bukan berasal dari perempuan itu sendiri melainkan dari
lingkungan masyarakat. Selain itu Thomson juga percaya kebencian terhadap diri
sendiri bukanlah fakta dari biologis melainkan dari interpentasi kebudayaan
terhadap fakta biologis itu. Oleh sebab itu, perubahan setruktur hukum sosial,
politik, ekonomi adalah penting sebagai tranformasi psikologi perempuan.
Dalam proses mereinterpretasi
pengamatan Freud, Adler, Horney dan Thomson melampaui”Guru-nya” pertama-tama
mereka berbicara mengenai bias maskulin dan domonasi laki-laki kemudian
menawarkan analisis politis dan psikoanalisis atas situasi perempuan, sesuatu
yang tidak di sentuh oleh Freud. Kedua, mereka menawarkan teori uniter mengenai
perkembangan manusia yang tidak memandang laki-laki dalam dua jalur
perkembangan yang terpisah dan untuk
menuju tujuan perkembangan yang juga terpisah. Sebaliknya Adler, Horney, dan
Thompson bersikeras bahwa semua manusia laki-laki dan perempuan menginginkan
hal yang sama, kesempatan untuk membentuk takdirnya secara kreatif dan aktif.
Ketiga psikoanalisis ini mengklaim diri sebagai identitas yang berkembang
secara unik dan berada pada setiap manusia. Bagi Adler, Horney, dan Thompson
tidak ada dari satu laki-laki yang secara universal normal, sehat, dan alamiah
bagi semua laki-laki, serta diri perempuan yang secara universal sehat, normal
dan alamiah bagi semua perempuan yang lebih tepat adalah bahwa jumlah diri
manusia adalah sama dengan jumlah manusia individual.
Argumentasi Feminis yang
Mendukung dan Menentang Pengasuhan Ganda
Feminis psikoanalisis Dorothy
Dinnerstein dan Nancy Chodorow berpendapat bahwa dengan tidak terlalu memfokuskan
kepada tahapan Oedipal, dan lebih kepada tahapan pra-Oedipal dari perkembangan
seksual, keduanya dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang cara kerja
masyarakat patriarkalmengkonstruksi seksualitas dan gender yang menciptakan dan
memelihara dominasi laki-laki. Menurut Dinnerstein dan Chodorow jika saja
laki-laki melakukan fungsi mothering sebanyak perempuan, anak laki-laki dan
perempuan akan tumbuh dengan kesadaran bahwa baik ayah maupun ibu mempunyai
kelemahan dan ketahanan yang baik itu laki-laki maupun perempuan, tidak
seharusnya dipermasalahkan atas kondisi manusiawinya.
Dorothy
Dinnerstein: The mermaid and The Minotaur.
Menurut pendapat Dinnerstein,
pengaturan gender derstruktif adalah hasil langsung dari peran perempuan dalam
pengasuhan anak dan kecenderungan sosial yang mengikutinya untuk menyalhkan
perempuan atas segala sesuatu yang salah mengenai diri kita sendiri terutama
pada dirikita sendiri yang memiliki keterbatasan yang ditakdirkan untuk
melakukan kesalahan, membusuk dan mati.
Pertama pengasuhan ganda menurut
Dinnerstein akan memungkinkan kita untuk berhenti memproyeksikan semua
ambivalensi kita mengenai karnalitas dan moralitas kepada satu orang tua
perempuan. Karena kedua orang tua akan terlibat dalam proses pengasuhan sejak
kelahiran bayi, kita tidak akan lagi menghubungkan keterbatasan ragawi kita
terhadap orangtua yang perempuan saja. Kedua pengasuhan ganda akan memungkinkan
kita mengatasi ambivalensi kita tentang pertumbuhan. Kita tetap bersikap
kekanak-kanakan karena kita memandang kehidupan seolah-olah itu adalah drama
yang memberikan perempuan satu peran tertentu dan laki-laki mempunyai peran
yang lain. Ketiga pengasuhan ganda juga akan membantu kita untuk mengatasi
ambivalensi kita terhadap eksistensi manusia yang terpisah. Karena kita
cenderung untuk memandang orang lain sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan
untuk membuat kita merasa lebih baik.
Akhirnya Dinnerstein percaya
bahwa pengasuhan ganda akan membantu kita mengatasi ambivalensi kita terhadap
usaha-usaha publik. Semua laki-laki cenderung menjadikan pembangunan dunia
sebagai pertahanan melawan kematian.
NANCY
CHODOROW: The Reproduction of Mothering.
Disini Nancy Chodorow
mempertanyakan kenapa setiap perempuan ingin menjadi seorang ibu,bahkan ketika
dia tidak menjadi ibu. Dengan menolak gagasan Freud bahwa bagi perempuan bayi
adalah pengganti penis, sehingga Ia memutuskan untuk mencari tau atas jawabanya
melalui analisa tahapan perkembangan psikoseksual pra-oedipal dan bukan dari
tahapan oedipal. Jika saja anak
laki-laki dan perempuan di besarkan bersama mampu menyatu dan memisahkan diri
maupun menghargai hubungan dengan liyan, dan mempunyai kebanggaan atas otonomi
mereka. Jika saja anak laki-laki dan perempuan di besarkan oleh kedua
orangtuanya perlu menyeimbangkan kepentingan orang lain. Sehingga anak tidak
akan memandang rumah sebagai ranah perempuan dan publik sebagai ranah laki-laki
dan mereka akan menyadari bahwasanya manusia harus menghabiskan waktunya di
luar untuk bekerja dan sisa waktunya untuk keluarga.
Perbandingan
dan Perbedaan antara Dinnerstein dan Chodorow
Perbedaan dengan keduanya
merupakan perbedaan penekakan daripada subtansinya. Dennerstein lebih merupakan
perbedaan penekanan daripada subtansisnya. Dia memfokuskan pada ketidak mampuan
laki-laki dan perempuan untuk mengatasi rasa ketidak mampuan di masa dewasa,
sebagaimana yang disarankan ketika masa mereka bayi, yang hidupnya tergantung
pada perempuan yang berubah-ubah pada ibunya,Chodorow menekankan kebutuhan pada kebutuhan di luar
kesadaran laki-laki dan perempuan untuk mereproduksi pengalaman simbiosis
dengan ibunya pada masa dia masih bayi dan menghadirkanya pada masadia sudah
dewasa. Dia memandang hubungan ibu dan anak pada dasarnya adalah patilogis,
sementara chodorow memandang hubungan itu secara fundamental sehat.
Alih-alih perbedaannya, baik
Dinnerstein maupun Chodorow sama-sama menegaskan bahwa pengasuhan ganda adalah
penyelesaian maslah yang berhubungan dengan pengasuhan oleh perempuan.
Mothering harus menjadi parenting(menjadi orangtua) jika perempuan tidak ingin
lagi dipermasalahkan atas bayi yang merengek dan laki-laki yang pemarah.
Kritik
terhadap Dinnerstein, Chodorow dan Pengasuhan Ganda.
Kritikus menyalahkan Denerstein
dan Chodorow atas tiga alasan. Pertama, mereka mengeluhkan bahwa kedua teoritis
tersebut menekankan bahwa akar poenyebab oprasi terhadap perempuan lebih
bersifat psikologi daripada sosial. Kedua, para kritikus keberatan terhadap apa
yang mereka anggap nsebagai kegagalanDinnerstein dan Chodorow untuk menghargai
berbagai bentuk keluarga, baik antara kbudayaan maupun di dalam suatu
kebudayaan. Ketiga, para kritikus keberatan akan perpecahan, yang blebih
disukai oleh Chodorow dan Dinnerstein atas opsesi terhadap perempuan yaitu
dengan menciptakan dan memertahankan sistem pengasuhan ganda.
Menuju Reinterpretasi Feminis
dari Kompleks Oedipus : Juliet
Mitchell : Psychoanalysis and Feminis Dalam pemahaman Mitchell, teori freud
bukanlah semata-mata ajaran dangkal “Biologi adalah takdir”.”sebaliknya, teori
Freud adalah teori yang menunjukan bagaimana mahluk sosial muncul dari mahluk
biologis. Meskipun Freud mempelajari perkembangan psikoseksual diantara
kelompok orang manapun.
Ketika Mitchell sependapat dengan
Freud bahwa situasi Oedipal adalah Universal, ia berpendapat bahwa tanpa
pelarangan terhadap inses manusia adalah suatu ketidak mungkinan. Seperti
halnya yang di jelaskan oleh
Levi-Strauss, tabu inses adalah penggerak yang melarang hubungan seksual
dalam keluaga, memaksa manusia untuk membentuk organisasi sosial yang lebih
besar dari yang lain. Namun tidak sekedar pelarangan terhadap hubungan seksual
dalam keluarga tidaklah cukup, menurut Mitchell, hukum bagi prtukaran perempuan
berpangkal dari ketidaksadaran yang dalam, yang muncul secara menyakitkan selama
menyelesaikan kompleks odipus pada setiap orang.
Feminisme
Gender
Seperti halnya dengan feminisme
psikoanalisis yang tertarik pada perbedaan yang membedakan psike perempuan dari
psike laki-laki. Msekipun demikian, tidak seperti halnya dengan femimis psikoanalisis,
feminis gender tidak membahas maslah perkembangan anak. Menurut feminis gender,
anak laki-laki dan perempuan tumbuh menjadi anak laki-laki dan anak perempuan
dewasa dengan nilai serta kebaikan gender yang khas dan merefleksikan
kepentingannya keterpisahanpada kehidupan laki-laki dan pentingnya ketertarikan
hidup terhadap perempuan dan berfungsi untuk memberdayakan laki-laki dan
melemahkan perempuan dalam masyarakat patriarkal.
Carol Gilligan : Ina Different
Voice
Menurut pendapatnya penekanan laki-laki
terhadap pemisahan dan otonomi mengarahkan mereka untuk mengembangkan suatu
gaya penalaran moral. Sebaliknya penekanan pada perempuan mengaerahkan mereka
pada perkembangan moral. Namun dari sekelompok orang berpendapat bahwasanya
gaya moral perempuan tidak lebih valid daripada gaya moral laki-laki.
Gilligan
menngacu kepada mantan mentornya sendiri, Lawrence Kohlberg dari Havard, untuk
menunjukkan kritiknya secara khusus. Menurut Kohlberg, perkembangan moral
terdiri dari enam tahapan, yaitu. Tahap satu adalah “orientasi hukuman dan
kepatuhan” untuk menghindari “tongkat” hukuman dan / atau menerima hadiah.
Seorang anak akan melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Tahap kedua
“orientasi relativis instrumental”. “Berdasarkan prinsip resiprositas”. Tahap
ketiga kesesuaian interpersonal atau orientasi anak laki-laki yang baik dan
anak perempuan yang manis. Tahap keempat orientasi hukuman dan tatanan. Tahap
kelima orientasi legalistik social kontrak. Tahap keenam orientasi prinsip etis
universal.
Gilligan
mengabaikan skala enam tahap Kohlberg bukan karena ia menganggap skala itu sama
sekali tidak mempunyai kebaikan, melainkan hanya untuk menunjukkan bahwa anak
perempuan dan perempuan dewasa yang dites dengan menggunakan skala ini jarang
yang dapat melampaui tahap ketiga. Karena ditakutkan mereka memahami bahwa
perempuan tidak memiliki moral seperti laki-laki.
Gilligan
melakukan suatu studi empiris dari 29 perempuan hamil. Setiap perempuan ini
berada dalam proses untuk memutuskan apakah mereka akan melakukan aborsi
ataupun tidak. Ia mewawancarai mereka selama pengambilan keputusan, dan
beberapa waktu setelah mereka mengambil keputusan. Gilligan akhirnya
menyimpulkan bahwa berapa pun umur mereka, apapun kelas social, status
perkawinan, atau latar belakang etnik, setiap perempuan ini memanifestasi suatu
cara berfikir tentang masalah moral yang sangat berbeda dengan cara fikir
laki-laki.
Nel Noddings :
Kepedulian dan Perempuan dan Kejahatan
Seperti
Gilligan, feminis gender Nel Noddings mengklaim bahwa perempuan dan laki-laki
berbicara dalam bahasa moral yang berbeda, dan kebudayaan kita lebih
menguntungkan etika keadilan yang maskulin daripada etika kepedulian yang
feminim. Etika, tegas NOddings adalah mengenai hubungan tertentu, yang dalam
hal ini “hubungan” bermakna “suatu rangkaian pasangan yang teratur yang berasal
dari aturan tertentu yang menggambarkan pengaruh atau pengalaman subyektif dari
anggota-anggotanya.
Tidak
seperti Gilligan, Noddings secara tidak ambivalen mengklaim bahwa suatu etika
kepedulian bukan saja beda melainkan lebih baik daripada etika keadilan.
Menurut pendapatnya kita harus menolak segala aturan dan prinsip-prinsip
sebagai penuntun utama terhadap perilaku etis, dan juga segala gagasan yang
mengikutinya atas universalibilitas.
Kritik terhadap
Etika Kepedulian Gilligan dan Noddings
Gilligan
menyatakan bahwa bukanlah maksudnya untuk membuat generalisasi berdasarkan
jenis kelamin yang bermakna, misalnya semua laki-laki yang menganut etika
keadilan, serta semua perempuan yang menganut etika kepedulian. Sedangkan
laki-laki jika Gilligan melakukan generalisasi berdasarkan jenis kelamin para
kritikus mencatat bahwa laki-laki berfokus pada hak, klaim, tuntutan
kepentingan sendiri, tugas yang ketat, kewajiban, dan beban. Sedangkan
perempuan berfokus pada tanggung jawabdan pentingnya memberikan tanggapan
empatis terhadap orang lain, seperti merawat dan memberikan bantuan.
Perdebatan
pertama berfokus pada metodologi yang diaplikasikan oleh Gilligan, mereka
mengklaim bahwa perempuan dalam kajian aborsi Gilligan datang dari beragam
latar belakang. Perdebatan kedua dipicu oleh karya Gilligan yang berpusat pada
konsekuensi negative dari pengasosiasian perempuan dengan etika kepedulian.
Menghubungkan perempuan dengan etika kepedulian adalah mempromosikan pandangan
bahwa perempuan secara alamiah memang peduli atau perawat.
Contoh
kepedulian perempuan terhadap laki-laki merupakan suatu gerakan merendahkan
diri kolektif yang dilakukan perempuan terhadap laki-laki, suatu penegasan atas
pentingnya laki-laki yang tidak membalas dengan sikap yang sama terhadap
perempuan.
Untuk
alasan-alasan yang berhubungan dengan kekhawatiran umum Bartky mengenai semua
etika kepedulian yang manapun, filsuf Bill puka melakukan kritik yang spesifik
terhadap etika kepedulian Gilligan. Ia mengklaim bahwa kepedulian dapat
diinterpretasi dengan dua cara : 1. Dengan cara Gilligan, “suatu orientasi umum
terhadap perkembangan moral” ; atau 2. dengan cara Puka, “sebagai suatu
orientasi pelayanan yang seksis yang domain terutama dalam sosialisasi,
konvensi social, serta patriarkal di banyak kebudayaan. Mereka menginterpretasi
kepedulian seperti Gilligan akan menelusuri perkembangan moral perempuan
melalui tiga tingkatan yang telah disajikan lebih awal dalam bab ini.
Sebaliknya, mereka yang menginterpretasi kepedulian dengan cara Puka akan
memandang apa yang seharusnya merupakan tingkatan perkembangan moral.
Pertama-tama ia menginterpretasi ulang penalaran moral tingkat Gilligan,yang
berorientasi pada diri sendiri sebagai strategi perlindungan diri dan
kepentingan diri yang digunakan oleh perempuan. Kedua, Puka mereinterpretasi
penalaran moral tingkat dua Gilligan yag diarahkan kepada yang lain sebagai
suatu kelanjutan dari “pendekatan perbudakan konvensional”, yang secara tipikal
diadopsi perempuan dalam masyarakat patriarkal.
Akhirnya
Puka menginterpretasi ulang penalaran moral diri dan liyan sebagai suatu
mekanisme mengatasi masalah yang melibatkan baik elemen perlindungan diri dan
perbudakan: “pada tingkat ini seseorang perempuan belajar untuk mengetahui
kapan ia menunjukkan kekuatannya, dan dimana ia sebaiknya tunduk pada struktur.
Meskipun
beberapa kritik yang diarahkan kepada Noddings menggemakan kritik yang
diarahkan pada Gilligan seperti yang ditawarkan oleh Sarah Lucia Hoagland, sangatlah
berbeda. Dia mengkalim bahwa Nodding telah melakukan kesalahan dalam melakukan
pendekatan terhadap suatu hubungan secara fundamental tidak sejajar, seperti
halnya hubungan anak dan ibu. Ketiga Hoagland mempertanyakan pandangan Noddings
bahwa ketidaksetaraan dalam kemampuan membuat suatu hubungan tidak setara.
Sebaliknya ia mengklaim bahwa ketidak setaraan dalam kekuasaan membuat satu
hubungan tidak setara.
Hoagland
menyalahkan Noddings karena telah mengimplikasikan bahwa pemberi kepedulian
yang paling baik tidak pernah berhenti mempedulikan, apapun harga yang harus
dibayarnya. Hoagland juga memperingatkan bahwa ada yang lebih penting daripada
kehidupan moral daripada sekedar anggapan terhadap kebutuhan dan keinginan yang
lain. Ia beranggapan bahwa secara moral Noddings juga salah ketika ia
mengimplikasikan paradigma bagi seorang istri yang mengalami kekerasan untuk
meninggalkan suaminya dan bahkan membunuh suaminya.
Isi tulisan Anda cukup padat dan informatif, ada beberapa kekurangtelitian yang terbaca, misalnya penulisan istilah asing, penggunaan tanda baca dan spasi yang kurang. Baik juga dipertimbangan pemilihan warna agar pembaca lebih nyaman membaca, serta pengaturan paragraf. Nilai 85.
BalasHapus