Senin, 18 April 2016

Analisis Wawancara Terhadap Perempuan Inferior, Laki-laki Superior dan Perempuan Maskulin



A.     Hasil Wawancara Perempuan Inferior Dan Laki-Laki Superior
Beberapa hari yang lalu saya melakukan wawancara pada  seorang perempuan yang rumahnya tidak jauh dari rumah saya, bisa dikatakan juga masih tetangga. Yaitu  didesa Kerajan, kita bisa memangilnya mbak Dina (bukan nama asli), dia adalah seorang perempuan yang polos, tidak suka neko-neko dan juga baik, sewaktu muda mbak Dina sudah ditinggal ayahnya, ayahnya meninggal dunia saat mbak Dina masih sekitar umur 21 semenjak itu mbak Dina sebagai tulang punggung keluarganya, karena mbak Dina anak tunggal dan ibunya sudah tidak mampu bekerja berat karena ibunya terkena sakit gula (kencing manis) dan itu mengahruskan mbak Dina bekerja, dan mbak Dina kerja di slahsatu pabrik di Ngunut kata ibunya, selain itu saya juga bertanya tentang hal ini pada tetangga sekitar yang kebetulan saya juga kenal, beliaupun juga memberi jawban yang sama pula dengan apa yang dikatakan ibunya mbak Dina bahwasanya mbak Dina adalah perempuan yang baik dan tidak suka neko-neko bisa dikatakan dia adalah perempuan rumahan sejak remaja.
Pada tahun 2005 mbak dina menikah dengan seorang laki-laki yang tidak jauh dari rumahnya namun beda desa, pada saat itu tidak ada keluarga yang mengetahui jika mbak Dina telah merajut kasih dengan peria itu, pada ahirnya ahir tahun 2005 mbak Dina menikah dan tahun 2007 mbak Dina melahirkan seorang putra pertamanya. Dari sinilah mbak Dina mulai merasakan keanehan, karena suaminya mulai main tangan dan juga kata-kata yang tidak seharusnya di ucapkan oleh suami  kepada istrinya.
Hampir setiap hari mbak Dina mendapat pukulan dari suaminya, meskipun mbak Dina tidak melakukan kesalahan. Jika anaknya jatuh atau dimarahi oleh mbak Dina maka suaminya juga tidak segan-segan untuk memukulnya, meskipun disitu banyak orang. Banyak sodara dan juga ibunya untuk menyudahi pernikahannya karena tidak tega melihat mbak Dina yang selalu disiksa oleh suaminya, namun mbak Dina tidak mau dan tetap bertahan, alasannya karena demi anak yang masih kecil sehingga. Pada satu hari mbak Dina mendapati suaminya sedang berada di kafe bersama teman-temannya yang berpesta minuman keras dan juga obat-obatan terlarang, mbak Dina pun menyuruh suaminya untuk pulang, saat itu suaminya juga pulang dan smapai dirumah mbak Dina langsung di pukul pas bagian plipis kanannya dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas, setelah puas memukuli mbak Dina, suaminya langsung pergi dan pulang-pulang malam.
Sejak kejadian itulah mbak Dina menjadi sosok yang pendiam dan juga tidak pernah keluar rumah kata ibunya, sekarang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mbak Dina di rumah juga bekerja sebagai buruh pembuat keset dari kain perca karena suaminya tidak lagi mau bekerja dan hanya dirumah jika pagi hanya minum kopi minta sarapan sambil menghidupkan musik yang sangat keras, jika sore sampai malam suaminya akan pergi dan tidak pernah ketinggalan pergi ke kafe bersama teman-temannya sampai larut malam bahkan sampai pagi, kata mbak Dina.
Namun mbak Dina juga hanya diam tidak mempunyai keberanian yang cukup untuk menegur kelakuan suaminya yang demikian, pada satu hari mbak Dina merasa sudah tidak sanggup lagi untuk menahan rasa sakit yang dialaminya, yang setiap hari hanya mendapat siksaan. Mbak Dina melarikan diri dari rumah dan ingin menjadi TKW di Hongkong pada waktu itu (didesa tempat saya tinggal banyak perempuan yang menjadi TKW), hampir satu minggu mbak Dina tidak pulang kerumah dan pergi kerumah teman yang suaminya tidak tau. Dari situlah suaminya semakin menjadi dan mencari kerumah-rumah sodaranya sambil mengatakan hal-hal yang tidak pantas, kata mbak Dina. Ahirnya mbak Dina pulang dengan meminta beberapa persaratan pada suaminya, dan dipenuhilah oleh suaminya. Dari sini mereka hidup rukun kembali, namun hanya beberapa waktu saja dan kembali ke sifat aslinya yang tidak mau kalah dan mengalah. Akan tetapi jika suaminya mbak Dina meminta haknya mbak Dina tetap memenuhinya.
Tegasnya, sebagai istri yang taat pada suami karena surganya dibawa oleh sang suami untuk saat ini, jadi meskipun bagaimana pun mbak Dina juga harus memenuhinya, ahirnya mbak Dina hamil anak yang ke 2. Hal ini tidaklah sama dengan apa yang sudah dituliskan oleh feminisme radikal (pembebasan perempuan) yang menulis, tubuh perempuan merupakan obyek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Penguasaan fisik perempuan oleh laki-laki seperti hubungan selksual adalah bentuk dasar penindasan. Oleh karena itu feminisme radikal mempermalahkan tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitsa, relasi kekuasa perempuan dan laki-laki dan otonomi privat publik. Namun dalam hal ini belum juga ada perlawanan dari mbak Dina yang secara terang dia mengetahui bahwa itu hal yang salah dan harus disudahi. Apa mungkin kurangnya kesadaran pada masyarakat dan juga si perempuan yang tidak tahu bahwasanya dia sedang di tindas. Sepertihalnya yang dijelaskan dalam feminis psikoanalisis dan gender, yang percaya bahwasanya penjelasan fundamental atas cara bertindak perempuan berakar dalam psike perempuan, terutama dalam cara berfikir perempuan. Berdasarkan konsep Freud, seperti tahap oedipal dan kompleks Oedipus, mereka mengkleim bahwasanya ketidak setaraan gender berakar dari rangkaian pengalaman pada masa anak-anak awal mereka, yang bukan saja cara laki-laki memandang dirinya sebagi maskulin dan perempuan dengan feminine, melainkan juga cara pandang masyarakat bahwasanya maskulin lebih baik daripada feminin.
 Diawal kehamilan, suami mbak Dina mengajaknya untuk membuat rumah sendiri dan tidak tinggal dengan mertua, itupun yang mendanai adalah orang tua dari suami mbak Dina, kata mbak Dina mertuanya menjual sebagian tanahnya  untuk memodalinya membuat rumah. Maklum, suami dari mbak Dina adalah keluarga yang mampu dan memiliki tanah yang kucup banyak didesa tempat tinggalnya, sedangkan mbak Dina dari keluarga yang bisa dikatakan tidak mampu.  Dan hanya mengandalkan uang dari buruh tani, dulu saat orang tua dari mbak Dina  masih sehat, sampai ayahnya mbk Dina meninggal dan ibunya tidak bisa lagi kerja. Dari sini saya teringat teori feminisme Radikal yang memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme, asumsinya sumber penindasan perempuan berasaldari eksploitasi kelas dan cara produksi. Setatus peremuan jatuh karena adanya konsep kekayaan pribadi (privat property) kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri berubah menjadi keperluan pertukaran(exchange).
Karena, dulunya mbak Dina hanya menafkahi ibunya saja tapi sekarang harus menafkahi ibu, anak dan juga suaminya. Dan harta dari suaminya dipegang oleh orang tuanya dan orangtuanya pun tidak pernah menasehati anaknya untuk menjadi suami yang selayaknya, suami bagi istri dan ayah bagi anaknya, tegas mbak Dina. Namun hal ini tidak selesai sampai disini saja, saat proses pembangunan rumah mbak Dina sedang hamil tua dan dia juga disuruh bantu angkat-angkat semen yang sudah dicampur dengan pasir. Ya namanya ibu hamil tua pasti gampang capek, dan saat itu mbak Dina sedang duduk di teras rumah yang setengah jadi itu. Mbak Dina kaget setelah suami nya datang dan mengguyurkan semen dan juga pasir yang dibawanya kejadian itu yang membuat mbak Dina pulang kerumah orang tuanya dan tidak lagi mau tinggal di rumah mertuanya, karena sejak proses pembangunan rumahnya mbak Dina diboyong suaminya ke rumah orang tuanya. Saat anaknya sudah umur 2 tahun, mbak Dina  memutuskan untuk bercerai dengan suaminya, namun sebelumnya mbak Dina sempat melarikan diri dan bekerja menjadi pembantu rumah tangga dan pabrik bawang goreng di Tulungagung kota sampai saat ini. Meskipun mbak Dina sudah memutuskan untuk bercerai dan sudah di jelaskan pada keluarga sang suami namun suami mbak Dina tetap tidak mau pisah dengan alasan akan berubah, namun selama hampir 2 tahun tetap juga tidak ada perubahan dan tidak mau bercerai.
Mbak Dina juga menjelaskan jika suaminya pernah mengancam jika mbak Dina menikah lagi dan suaminya tau jika mbak Dina bersama laki-laki lain maka suaminya tidak segan-segan akan membunuh laki-laki yang sedang bersama mbak Dina, meskipun mereka sudah bercerai. Karena suaminya mengaggap bagaimanapun mbak Dina hanya miliknya tidak ada orang yang boleh memegang atau bahkan memilikinya, tegas dari mbak Dina kenapa suaminya bisa melakukan hal ini karena sejak masih pacaran mbak Dina selalu berkata “iya” pada semua yang dikatan suaminya, karena mbak Dina merasa takut kehilangan orang yang disayangi terlebih suaminya dari keluarga yang berada, sehingga keluarga besar dan suaminya merasa berkuasa akan dirinya dan ibunya. Sampai saat ini pun keinginan bercerai pada suaminya tidak juga terlaksana karena suaminya beri kukuh tidak mau bercerai. Sama halnya yang dikatakan French, bahwa opresi laki-laki terhadap perempuan secara logika mengarahkan pada sistem lain bentuk dominasi manusia. Karena French percaya bahwa seksisme adalah modeldari isme-isme lain, termasuk rasisme dan kelasisme, ia juga berusaha menjelaskan ideologi “power over”(berkuasa atas)yang menopangnya, dan ideologi”pleasure with”(kenikmatan dengan)yang membebaskan dan dapat membongkar ideologi pengasuhan itu.
Dari sini saya melihat bahwasanya, perempaun masih takut dengan peran laki-laki. Laki-laki yang terus-terusan menindas dan juga menang sendiri, tidak mau melihat penderitaan perempuan. Lagi-lagi kelas yang nentukan kekuasaan seseorang. Dan menuntut perempuan harus tunduk dengan laki-laki, karena menurut saya laki-laki juga harus menyadari bahwasanya perempuan tidak ditakdirkan menjadi seseorang yang pasif, dan laki-laki ditakdirkan menjadi seseorang yang aktif, dan dapat menguasai perempuan dalam segala hal.  Dalam feminisme Pesikoanalisis juga dijelaskan bahwasanya dalam masyarakat nonpatriarkal, maskulinitas dan juga feminitas akan dikonstruksi secara beda dan dihargai secara setara, feminis psikoanalisis merekomendasikan bahwa kita harus bergerak maju menuju masyarakat androgin, yang di dalam masyarakat ini manusia yang seutuhnya merupakan campuran sifat-sifat positif femini dan maskulin.

B.     Hasil Wawancara Perempuan Bersifat Maskulin
Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan definisi perempuan tomboy, diantara teman-teman kita mungkin ada beberapa yang mempunyai karakter itu. Saya beberapa hari yang lalu membuat janji dengan teman saya sewaktu MTs, dia adalah teman satu kelas saya panggil saja dia Sofie(bukan nama asli), sebenarnya definisi tomboy mengacu pada tingkah laku anak yang dikaitkan dengan jenis kelamin. Perilaku tomboy ini dianggap kategori normal atau wajar untuk anak usia balita yang sedang pada tahap suka meniru perilaku orang lain. Meskipun begitu banyak orang tua yang mengkhawatirkan perilaku tomboy yang ditunjukkan oleh buah hatinya, karena takutnya perilaku tomboy ini akan terbawa hingga anak dewasa, namun ada juga sifat ini muncul setelah dewasa. Bahwasanya perlu bagi orang tua untuk memperhatikan pola asuh anak saat masih kecil. Tapi tidak dengan teman saya ini, teman saya ini mengaku jika dia sejak SD sudah suka dengan permainan ataupun penampilan yang identik dengan sifat maskulin, karena dia merasa jika dia seperti itu dia akan mersa kuat dan juga tidak ada orang yang berani dengannya.   
Mungkin karena sofie yang sudah lama ditinggal ayah nya merantau menjadi TKI di Singapur dan dirumah dia hanya bersama ibunya, dia merasa jika harus menjaga ibunya terlebih ibunya saat itu sedang hamil tua. Darisini sofie berfikir jika menjadi seorang perempuan dia akan selalu dianggap lemah, karena identiuk dengan sifat yang lemah lembut dan ahirnya dia memutuskan untuk berubah menjdi sosok yang maskulin dan mengikuti olahraga bela diri disekitar rumahnya. Karakter ini terbawa sampai dia masuk di MTs, pada saat sofie sudah kelas 3 MTs ayah nya pulang dari Singapur dan memutuskan untuk bekerja di rumah dan tidak kembali menjdai TKI di luar Nergi, dari sinilah Sofie merasa jika ibu dan juga adiknya sudah ada yang melindungi yaitu sosok ayah yang dulunya digantikan olehnya, tegas Sofie. kami lulus dari MTs dan sofie melanjutkan pendidikan ke SMK, masuk ke SMK pun itu karena dorongan dari orang tua nya dan mengambil jurusan perkantoran dari sinilah sofie merasa harus berubah dari segi penampilan. Karena disitu dia dituntut harus rapi. Yang awalnya tidak suka memakai rok dia harus memakai rok, jangankan rok memakai celana panjang saja dia tidak suka, dan dia masuk ke SMK yang tidak mengharuskan dia menggunakan jilbab karena dia tidak suka memakai jilbab sejak MTs. Namun setelah masuk SMK dia menjadi lebih feminin, yang suka merias wajah dan rambutnya menjadi panjang karena dulu dia tidak pernah mempunyai rambut panjang, meskipun hanya sebahu.
Saya memberi dia beberapa pertanyaan dan sedikit rasa heran kenapa dia sekarang menjadi sosok yang feminin, dia menjawab karena lingkungan dan kesadaran dirinya. Tegasnya, di sekolah dia diwajibkan menjadi sosok yang rapi dan juga feminin, bahkan setiap hari diwajibkan untuk membawa alat kecantikan, jika pulang sekolah atau jam istirahat maka di wajibkan untuk dandan/merapikan diri. Jika kesadaran dari dirinya sendri muncul saat dia melihat teman-temannya yang sudah pandai merawat dirinya dan tampil modis dengan sifat feminin nya, bisa dikatakan malu dengan lingkungan dan juga umur. Bahwasanya dia menyadari jika dia dilahirkan menjadi seorang perempuan yang mempunyai sifat feminin bukan menjadi seorang laki-laki. Namun sofie mengakui bahwasanya dia tetap mempertahankan sifat maskulinya dalam dirinya, dia menganggap sifat itu akan dibutuhkan pada situasi tertentu. Terlebih dia saat ini kuliah di luar kota yang mengahruskan dia bisa melindungi dirinya sendiri.
Saya bisa melihat perubahan itu dari beberapa foto yang ada dalam media sosialnya, yang dulu foto-fotonya yang lebih sering menggunakan kaos-kaos oblong yang identik dengan baju laki-laki, maklum dulunya dia juga aktif dalam olehraga beladiri di rumahnya, namun saat ini dia sudah tidak lagi ikut karena jarang pulang ke rumahnya, mungkin hanya berlatih berapa hari sekali di kostnya, tegas dari sofie. Sekarang sudah berubah dalam segala hal, baik cara bicara, cara dia berjalan, cara dia berpenampilan sofie lebih ke pakaian yang feminin, memakai hijab dan juga memakai rok panjang yang identik dengan peremuan feminin. Bisa dikatan juga bahwasanya sekarang ini dia mengikuti trand fasion sekarang ini.
Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh Mery Daly dalam konsep androgini, Beyond God the Father yang mengatakan, ia menolak model androgini ”pluralis” yang didalam konsepnya memandang, bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai sifat-sifat yang berbeda, tetapi seharusnya setara dan saling melengkapi. Dan juga model androgini ”asimilasi” yang memandang bahwa perempuan dan laki-laki harus menggabungkan baik sifat maskulin maupun feminin ke dalam diri mereka, untuk mencapai kemanusiaan yang penuh. Menurut pandangannya, kedua model androgin ini tidak memadai, karena maskulinitas ataupun feminitas adalah konsep yang tidak layak dipertahankan. Dely juga menegaskan bahwa sifat-sifat feminine yang positif seperti cinta, kelembutan, saling berbagi dan saling menjaga jaga, harus secara hati-hati dibedakan dari ekses patologisnya, yaitu jenis “nilai-nilai” feminin masokistik, yang sering kali dimaknai dengan salah. Misalnya, mencintai adalah baik, namun dalam patriariki mencintai, bagi perempuan dapat menjadi bentuk pengorbanan total atau martyrdom. Dely berpendapat bahwasanya konstuksi dari manusia androgin yang sejati, tidak dapat dan tidak harus dimulai, hingga perempuan mengatakan tidak pada nilai-nilai “moralitas korban”. Dari kata “tidak” ini akan muncul kata “ya” pada niali-nilai “ethics of personhood” etika kemanusiaan. Mulaui menolak menjadi Liyan, dengan menjadi diri dengan kebutuhan, keinginan dan minat sendiri, perempuan akan mengakhiri peremainian, yang menempatkan laki-lak menjadi tuan dan perempuan sebagai budak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar