A.
Gender di Perguruan Tinggi
Mempersoalkan tentang sensitivitas gender
dengan segala permasalahan yang melingkupinya dalam konteks Perguruan Tinggi
Agama Islam, merupakan sebuah gagasan yang menarik dan menantang, mengingat
wacana gender di lingkungan PTAIN/S kurang mendapatkan respon positif bahkan
menimbulkan resistensi dari kalangan civitas akademika, terutama para Pejabat
Kampus.
Alih-alih wacana
gender masih dianggap kurang begitu penting, bahkan tidak penting dalam konteks
organisasional Perguruan Tinggi (Islam) secara menyeluruh sebagai satu kesatuan
sistem. Sehingga bangunan kesadaran untuk mewujudkan kampus yang sensitif
gender, juga hanya teraktualisasi dalam lingkup kesadaran personal
masing-masing civitas akademika. Padahal sebagai sebuah lembaga pendidikan
formal yang berbasis keagamaan, PTAIN/S (UIN, IAIN dan STAIN) memiliki kekuatan
strategis untuk memproduksi ajaran atau doktrin baru berbasis gender dalam
konteks keislaman, yang dapat disebarluaskan dengan melibatkan seluruh elemen
di dalamnya (stakeholders).
Pada dasarnya Perguruan Tinggi
(Islam) sebagai agen perubahan sosial, juga harus mampu memainkan perannya
secara dinamis dan pro-aktif dalam menyikapi berbagai realitas yang semakin
berkembang dalam konteks global, termasuk perubahan-perubahan dalam konteks
pemikiran dan keilmuan. Pemikiran dan sikap tradisional yang masih melingkupi
pola pikir intelektual kampus yang buta gender harus segera dibongkar.
Kehadirannya diharapkan mampu membawa perubahan dan kontribusi yang berarti
bagi perbaikan umat, baik pada dataran intelektual teoritis maupun praktis dan
dituntut mampu menjalankan fungsinya, dalam bidang pengembangan dan penerapan
ilmu pengetahuan, sekaligus melakukan dekonstruksi nilai sosial budaya yang
terkandung didalamnya termasuk nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender.
Selanjutnya, menjadi sangat penting
adanya lembaga resmi di dalam kampus yang secara khusus menaungi, mengkaji dan
memfasilitasi terwujudnya kesetaraan gender dalam lingkup budaya kampus. Maka
di bawah ini kami akan berusaha memaparkan dan menampilkan sampel instansi dan
lembaga khusus yang mengkaji dan mengkampanyekan kesetaraan gender.
B.
Gerakan Feminis di Kampus
Secara
universal di setiap lingkup kampus memiliki sebuah lembaga yang secara khusus
yang mengkaji tentang kesetaraan gender. sehubungan dengan itu, setiap kampus
memiliki label yang berbeda dalam menamai lembaga khusus tersebut. Sejauh
pengamatan kami terdapat tiga jenis label, yakni Pusat Studi Wanita (PSW),
Pusat Studi Gender (PSG) dan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA).
1.
Pusat
Studi Wanita (PSW) UIN Sunan Kalijaga
a.
Latar
Belakang
Pusat Studi
Wanita (PSW) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta didirikan pada tanggal 5 Desember
1995 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Rektor No. 128, tahun 1995. PSW
pada mulanya berawal dari sebuah Kelompok Program Studi Wanita (KPSW) yang
dibentuk pada tahun 1990 dan secara struktural berada di bawah koordinasi Pusat
Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) IAIN Sunan Kalijaga, sebelum
transformasi IAIN menjadi UIN pada tahun 2004. Berdasarkan SK tiga menteri
(Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, Departement Pendidikan Nasional, dan
Departement Agama) maka pada tahun 1995 Pusat Studi Wanita didirikan di
Institut dan Universitas Islam yang berada di bawah Department Agama, termasuk
di IAIN Sunan Kalijaga. Universitas Islam Negeri diharapkan menjadi pendukung
utama terwujudya pengarusutamaan Islam yang progressif dan moderat di
Indonesia. Dengan skema inilah PSW bertujuan merealisasikan misi untuk
mempromosikan kesetaraan gender di Indonesia. PSW bekerjasama dengan civitas
akademika di lingkungan universitas-universitas Islam dan pemangku kepentingan
dalam masyarakat Muslim, seperti Hakim agama, pimpinan partai Islam, Kepala
madrasah dan para pimpinan organisasi Islam.
Dalam rangka melaksanakan misinya, PSW mendorong dan
mengembangkan wacana akademik dan keilmuan tentang berbagai masalah perempuan
dengan menggunakan kerangka kerja Islam yang progresif dan kontekstual.
Pendekatan Islam menjadi keharusan dalam rangka mengakomodasi
perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat dan seringkali dipandang menantang
serta mengancam tradisi Islam. Pendekatan yang progressif diharapkan dapat
menengahi di satu sisi tuntutan era modern, dan di sisi lain secara otentik
tetap Islami, karena relasi gender yang Islami merupakan bagian dari modernitas
yang harus secara sistematik dipromosikan dalam konteks Indonesia. Pendekatan
inkuiri yang comprehensif digunakan dalam rangka mensintesakan Islam yang
tekstual dengan perubahan-perubahan sosial yang ada, khususnya relasi gender
yang tanpa bisa dihindari berubah sebagai akibat dari meningkatnya pendidikan
dan semakin luasnya akses perempuan dalam pendidikan, politik dan berbagai
bidang lainnya.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kegiatannya,
PSW menyelenggarakan berbagai penyesuaian terkait dengan orientasi
institusional maupun program. Sejauh ini PSW telah mengalami empat periode
perkembangan. Perkembangan pertama adalah periode konsolidasi (1990-1995) yang
dipimpin oleh Dra. Susilaningsih, MA dan periode pembentukan institusi
(1995-2001) yang mengantar KPSW menjadi sebuah Pusat Studi Wanita yang mandiri.
Periode ketiga (2001-2006) adalah periode penguatan institusi yang dipimping
oleh Dra. Siti Ruhaini Dzuhayatin, MA dan peride keempat dengan direktur
Dr. Ema Marhumah, MPd yang bertanggung jawab untuk menjaga reputasi dan kompetensi
PSW dalam rangka mencapai tujuan yang dicanangkan yaitu: keadilan gender dimana
perempuan dan laki-laki mendapatkan akses dan kesempatan yang sama untuk dapat
memenuhi hak-hak asasi mereka.
b. Kegiatan Pusat Studi Wanita
Semenjak berdirinya, PSW telah menyelenggarakan
berbagai kegiatan, diantaranya ialah:
1) Lokakarya dan Pelatihan
Diantara lokakarya atau pelatihan yang pernah
dilakukan, antara lain: Lokakarya tentang Managemen Berbasis Madrasah Responsif
Gender di Madrasah;Lokakarya Menciptakan Keluarga Harmonis: Mendorong
Keterlibatan Laki-Laki dalam Kesehatan Reproduksi; Lokakarya Hak-hak dari dalam
Rumah untuk Demokrasi bagi Hakim-Hakim Agama, Pegawai KUA dan BP 4; Fasilitasi
Rencana Strategis Tahunan untuk Pengarusutamaan Gender di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta;
Lokakarya tentang Hak-Hak dalam Keluarga: Menuju Kemitrasetaraan bagi
Hakim-Hakim Agama, pegawai KUA, Organisasi Islam dan Partai Politik Islam;
Lokakarya tentang Kesadaran Gender bagi mahasiswa/mahasiswi UIN; Annual
East Asian Short Course tentang Islam, Gender dan Kesehatan
Reproduksi; Lokakarya Managemen Responsif Gender di UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta; dan masih banyak Lokakarya lainnya.
2) Seminar and Konferensi
Diantara seminar yang pernah diselenggarakan ialah:
Seminar Internasional tentang Gender, Perempuan dan Teknologi; Seminar Sehari
tentang Gender dan Teknologi;Seminar Nasional tentang Amandemen UU Perkawinan
Untuk Melindungi Hak-Hak Perempuan dan AnakYogyakarta; Seminar Sehari tentang
Amandemen Hukum Terapan Peradilan Agama tentang Perkawinan; Seminar
internasional tentang Islam, Perempuan dan Tata Dunia Baru, Yogyakarta; Seminar
Nasional tentang Islam, Perempuan dan Seksualitas.
3) Riset
Baseline Study tentang
Perspektif Gender Hakim-Hakim Agama dan pegawai KUA di Jawa; Preferensi Pemilihan
Fakultas dan Jurusan Mahasiswa-mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; Program
Riset bagi Dosen Perempuan tentang isu Gender; Studi Dampak (Impact Study)
tentang Efektifitas Pelatihan bagi Berbagai Pemangku Kepentingan; Riset tentang
isu-isu Seksualitas; Baseline Study tentang Kesadaran Gender
Hakim-Hakim Agama dan Pegawai KUA di Jawa; Poligami dalam Perspektif Dosen UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta; Riset Aksi tentang Pembelajaran Inklusif Gender di
Universitas Islam; Anotasi Studi Gender di UIN Sunan Kalijaga; Baseline
Study tentang Kesenjangan Gender di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta;Joint
research tentang Otonomi Perempuan dalam Keluarga Berencana di
Indonesia,” Pusat Penelitian dan Pembelajaran tentang Perempuan McGill
University dan PSW UIN Sunan Kalijaga; Riset tentang Kekuatan Ekonomi Perempuan
di Yogyakarta: Mempetakan Posisi Perempuan di Era Mapping of Women’s Position
in New Order Era.
2. Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Syarief
Hidayatullah Jakarta
Bermula dari
beberapa kasus yang masih bias gender antara lain :
Isu-isu gender belum mendapat respon yang postif dari fungsionaris
UIN Jakarta, karena terhalang beberapa hal seperti, pertama beberapa penjabat
penentu yang masih belum menganggap isu-isu gender sebagai agenda subjek
bahasan yang seknifikan. Kedua kebijakan kurikulum gender banyak diserahkan
pada gagasan dan keputusan dosen senior, padahal tingkat gender mereka nota
bene masih lemah. Ketiga disisi lain tambahan subjek matakuliah gender dinilai
akan menambah beban SKS, padahal bobot yang SKS yang di terima oleh siswa sudah
banyak. Akibatnya, penambahan SKS untuk Mata Kuliah Gender akan menambah beban
kewajiban mahasiswa.
Selain itu ada juga dosen yang masih tidak mengerti tentang hakikat
makna gender, hasil dari wawancara dengan dosen fakultas ekonomi dan ilmu
sosial yang berpangkat doktor, beliau berkata : Menurut saya, matakuliah
yang khusus membahas tentang persoalan-persoalan perempuan itu kurang relevan,
karena materi ekonomi itu sendiri dan memiliki logika tersendiri. Selain itu
jika kajian gender disisipkan pada setiap mata kuliah yang sama sekali tidak
ada singgungannya mengenai masalah gender, katakan misalnya mata kuliah
Matematika dan Setatistik. Tetapi untuk beberapa mata kuliah, hal tersebut
masih mungkin. Jika dilakukan, maka akan ada juga materi lain yang tidak
tercover, karena jam dan sesi kuliahnya termakan oleh bahasan gender.
Dari kutipan
ini bisa terlihat jelas bahwa isu gender dipandang sebagi sesuatu yang berdiri
sendiri, asing dan sulit untuk diintegrasikan kedalam persoalan-persoalan
lainya. Padahal jika di lihat lebih lanjut, masalah gender itu tidak harus di
bentuk dalam satu mata kuliah saja, karena sebenarnya msalah gender ini juga
terkait dalam masalah sosial juga. Dengan kata lain gender juga sangat erat
kaitannya dengan bahasan apasaja, oleh karena itulah penyisipan materi gender
dalam perkuliahn sebenarnya bisa dalam bentuk pemunculan tema bahasan tertentu,
atau menghubungkan setiap materi dengan isu-isu gender yang berkembang saat ini.
Fakta bias gender yang lain menurut hasil
penelitian pun menyatakan bahwa secara keseluruhan, data memperlihatkan model
ketimpangan relasi gender yang cukup mencolok. Dalam kasus ini, persentase
sebaran jumlah penjabat/ pimpinan UIN menurut variabel jenis kelamin sangat
senjang. Pimpinan IAIN/ UIN selama empat periode tidak pernah merekrut penjabat
perempuan. Bahkan, persentase jumlah perempuan tidak pernah lebih besar dari
23, 1% untuk setiap lembaga/ unit kerja dilingkungan UIN. Lebih jauh lagi ada
trend penurunan persentase jumlah penjabat perempuan dari tahun 1999 sampai
2002. Tahun 1999, persentasenya sebesar 23,1%, tahun 2002 menurun menjadi 18.8%
dan terus turun tahun 2001 menjadi 16,2%. Tahun 2002, persentasenya sedikit
naik menjadi 18,8%.[1]
Perubahan status
kampus dari IAIN menjadi UIN turut memberi kesempatan dan membuka formasi
jabatan baru untuk struktur organisasi yang bebasiskan pada kesetaraan gender.
Idealnya, perubahan pola reprensentasi perempuan di struktur kepemimpinan
lembaga di UIN berkorelasi secara positif dengan kesempatan yang lebih besar
ketika banyak lembaga dan fakultas baru dibuka. Namun fakta pun menunjukkan
kebalikannya, persentase jumlah penjabat perempuan malah semakin menurun pada
beberapa tahun terakhir ini setelah unit kerja baru dibentuk. Dominasi penjabat
laki-laki di sektor puncak organisasi disokong pula oleh kuatnya image
genderisasi jenis pekerjaan. Sehingga dengan demikian, realitas ketimpangan
relasi gender dalam ranah kelembagaan secara hierarkis mempertegas hegemoni
budaya patriarki di lingkungan kampus UIN.
Beberapa kampus memberikan ruang
lebih terhadap perempuan dalam relasi hubungan kepemimpinan atau jabatan,
meskipun dalam kenyataannya masih dapat
terhitung jari. Diantaranya ialah sebagai berikut[2]:
1.
Prof.
Ir. Dwikorita Karnawati, M. Sc., Ph. D., Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta.
2.
Prof.
Dr. Rochana Widyastutieningrum, Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Solo.
3. Prof. DR. Hj. Badia Perizade MBA, Rektor Universitas
Sriwijaya, Sumatera Selatan
4. Prof. Ir. Tian Belawati. M. Ed.,
Ph. D., Rektor Universitas Terbuka, Jakarta
5.
Prof. Dr. Dwia Aries Tina,
MA, Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar
Berangkat dari beberapa
isu di atas PSGA UIN Syarief
Hidayatullah Jakarta melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai berikut:
a. Tugas Pokok dan Fungsi
1) Kepala PSGA
a)
Tugas Pokok:
Melaksanakan penelitian, kajian, pengabdian masyarakat dan
membangun jejaring sebagai upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender,
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dengan mengintegrasikan keislaman,
keilmuan dan keindonesiaan
b)
Fungsi Jabatan
Merencanankan,
menyususn, melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan program pusat studi gender
dan anak dilingkungan UIN Syarief Hidayatullah Jakarta.
2) Divisi Gender
a) Tugas Pokok: Membantu Kepala PSGA dalam melaksanakan program Pusat Studi
Gender dan Anak
b) Fungsi Jabatan
Merencanankan, menyususn, melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan program
terkait dengan Program Kesetraan dan Program Keadilan Gender.
3). Divisi Anak
a) Tugas Pokok: Membantu Kepala PSGA dalam melaksanakan program Pusat Studi
Gender dan Anak
b) Fungsi Jabatan
Merencanankan, menyususn, melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan program
terkait dengan Program Perlindungan Anak.
b. Program PSGA :
Program Daycare
1) Life Basic Skill & Good Behavior
Kegiatan ini bertujuan untuk
membiasakan anak bisa mandiri dan memiliki dasar kepribadian yang baik.
2)
Story Telling
Kegiatan ini bertujuan agar
anak terbiasa dalam mendengar sehingga dapat mempelajari hal-hal yang
disampaikan oleh pengasuh. Kegiatan ini akan dilaksanakan sekreatif mungkin
agar anak dapat menangkap atau memvisualisasikan cerita dengan benar.
3)
Simple English and Arabic
Kegiatan ini bertujuan agar
anak sudah mengenal bahasa inggris dan bahasa arab sejak dini.
4) Outdoor Activity
Kegiatan ini bertujuan agar
anak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
5) Medical and Dental Check Up
Kegiatan pengecekan kesehatan
yang akan dilakukan oleh team ahli (seperti dokter dan psikolog). Kegiatan ini
bertujuan untuk menjaga kesehatan anak kesehatan fisik maupun psikis.
6) Parents Participation
Yaitu sebuah program yang akan
dilakukan bersama sama antara anak dan orang tua, kegiatan bisa berupa
menggambar, mewarnai, game, dll. Program ini bertujuan untuk mempererat rasa
antara anak dna orang tua dan pihat Daycare.
7) Educational game
Program ini juga bertujuan
agar anak terbiasa dalam mentaati sebuah aturan main yang ditetapkan, sehingga
akan membiasakan anak bersikap tertib dna disiplin.
c.
Pemikiran Tokoh Feminis dari
UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Dr.
Nasaruddin Umar , MA yang lahir pada tanggal 23 juni 1953, di Ujung-Bone,
Sulawesi Selatan, merupakan salah seorang staf pengajar Fakutas Ushuluddin
IAIN Syarif Hidayatullah yang sekarang telah menjadi UIN Jakarta. Selain
mengajar di UIN Jakarta, beliau juga mengajar di program Pascasarjana
Universitas Paramadinamulya Jakarta, kemudian menjadi staf pengajar di program
Pascasarjana UI, jurusan studi wanita. Dan menjadi staf pengajar di yayasan
Paramadina.
Selain
menjadi staf pengajar, saat ini beliau juga menjabat sebagai wakil menteri
agama Republik Indonesia, ketua Departemen Pemberdayaan Sosial dan Perempuan
ICMI pusat, kemudian sebagai sekertaris umum di Lembaga Study Islam dan
Kemasyarakatan, dan wakil ketua Yayasan Wakaf Paramadina,
Beberapa
karya ilmiyah yang pernah ditulisnya, terutama yang berkaitan dengan perempuan
antaralain:
a)
Antropologi
Jilbab dalam Perspektif Feminisme dan Penafsiran Islam, Yayasan Wakaf
Paramadina, Jakarta 1999.
b)
Pengantar
Sosiologi Gender, kumpulan makalah yang disajikan dalam studi Intensif Gender
dan Islam. Diadakan oleh Forum Muslim Utama Jakarta 1997.
c)
Analisis
Kontekstual Teks-Teks Ajaran Islam Tentang Hubungan Laki-Laki dan Perempuan.
Hasil penelitian bersama pusat studi wanita IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
1998.
d)
Teologi
Menstruasi: Antara Mitos dan Mitologi dan Kitab Suci (artikel) dalam jurnal
Ulumul Qur’an tahun 1995.
e)
Menyingkap
Misteri Kejadian Hawa, dalam majalah feminis 1996.
f)
Citra
Diri Wanita Islam Dalam Perjalanan Sejarah, dalam majalah feminis 1996.
g)
Bias
Gender Dalam Pemahaman Agama, dalam jurnal Perempuan edisi 3 mei/juni 1997.
h)
Perspektif
Gender Dalam Islam, dalam jurnal pemikiran islam paramadina.
i)
Kodrat
Perempuan Dalam Perspektif al-Qur’an, jurna studi warta Perempuan.
Pokok
pemikiran Nasaruddin Umar tentang kesetaraan Gender berkonsep pada al-Qur’an.
Menurutnya, bahwasanya al-Qur’an telah memberikan pandangan optimis terhadap
kedudukan dan keberadaan perempuan. Ukuran kemuliaan di sisi Allah adalah
prestasi dan kualitas tanpa membedakan etnik dan jenis kelamin sebagai mana
yang tertera dalam al-Qur’an surat al-Hujarat:13. Dalam al-Qur’an juga tidak
menganut faham the second sex yang
memberikan keutamaan pada jenis kelamin tertentu, atau the first etnic yang
mengistimewakan suku tertentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai potensi yang
sama untuk menjadi pemimpin (Qs. An_Nisa:124 dan Qs an-Nahl:97). Hampir semua
tafsir yang ada mengalami bias gender. Hal ini antara lain disebabkan karena
pengaruh budaya Timur Tengah yang Androcentris, bukan hanya kitab-kitab tafsir
melainkan juga kamus.
Mengenai
asal usul reproduksi, dijelaskan di beberapa ayat dalam Qur’an, anataralain Qs
al-Kiyamah:37, al-Insan:2, as-sajadah:8, al-mu’minun:14. Menurut Nasaruddin
Umar dalam proses repoduksi manusia, terdapat unsur lebih dominan yang
disebutkan dalam Qur’an dari pada unsur tanah. Ayat-ayat tersebut
mengisyaratkan bagaimana dominannya benda cair dalam kehidupan manusia. Sama
hal nya dengan makhluk-makhluk bilogis lainnya. Asal usul manusia yang bersifat
subtansial seperti nyawa dan ruh, tidak diuraikan secara terperinci dalam
al-Qur’an.
Pandangan
Nasaruddin Umar, manusia dalam al-Qur’an lebih ditekankan pada kapasitasnya
sebagai hamba dan sebagai wakil Tuhan di bumi. Manusia adalah satu-satunya
makhluk eksistensialis, karna hanya manusia yang naik turun derajatnya di sisi
Tuhan baik itu laki-laki maupun perempuan.
Dalam proses reproduksi tidak ditemukan
perbedaan secara khusus antara laki-laki dan perempuan. secara umum sedikitpun
tidak ditemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam proses dan
mekanisme secara biologis. Dengan demikian, proses dan mekanisme biologis tidak
bisa dijadikan alasan untuk memojokkan atau mengistimewakan salah satu diantara
kedua jenis kelamin.
3.
Institut
Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon
a.
Latar
Belakang
Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon lahir atas dasar
idealisme institusionalisasi gagasan dan pemikiran keislaman ala fahmina.
Realitas saat itu, ISIF tidak mempunyai tanah, gedung, dan uang yang cukup.
Hanya memiliki rumah kecil dan segudang pengalaman penelitian, kajian,
pendidikan, pelatihan, publikasi, dan pemberdayaan masyarakat.
Selain
fasilitas yang minim dan pengalaman di atas, ISIF mencari inspirasi ke INSIT,
Paramadina, dan STF Driyakarya. Selanjutnya perumusan visi, misi, tujuan dan
kurikulkum dilakukan secara partisipatoris melibatkan calon dosen dan calon
pengelola ISIF. Perumusan tersebut mengutamakan gagasan kolektif. ISIF lahir
dari gerakan sosial keagamaan. Hal ini adalah karena ISIF lahir dari rahim
gerakan sosial kemanusiaan Fahmina-institute. Tentu saja, kenyataan ini berbeda
dengan kampus lainnya yang umumnya lahir dari ruang hampa atau dari tuntutan
program pembangunan atau dari keinginan elit Yayasan. Kelahiran ini pun terjadi
atas dorongan aspirasi publik konstituen Fahmina dalam ulang tahun ketujuh pada
tahun 2007 di Cirebon. Istikhârah dan ijtihâd para pendiri Fahmina membulatkan
pendirian lembaga pendidikan tinggi Islam ini.
Tujuh tahun sebelum ISIF lahir, Fahmina telah melakukan berbagai
kegiatan akademik, baik dalam bentuk pendidikan dan pelatihan, penelitian,
maupun advokasi dan pemberdayaan masyarakat. Rangkaian kegiatan akademik ini
selain menjadi bahan pembelajaran yang sangat penting juga dipublikasikan dalam
bentuk buku, majalah, news letter, dan website. Fokus utama kegiatan akademik
Fahmina adalah Islam dan gender, Islam dan demokrasi, dan Islam dan penguatan
masyarakat, khususnya dalam penanggulangan kekerasan terhadap perempuan,
trafiking, dan dialog antar iman.
Dalam rangkaian kegiatan
ini, Fahmina tidak pernah memisahkan antara wacana dengan gerakan, antara teori
dengan praktik, dan bahkan antara ilmu, amal, dan iman. Ilmu (wacana/teori)
harus diamalkan dan didasarkan pada keimanan. Iman harus diwujudkan dalam
bentuk amal (praktik) yang didasarkan pada keilmuan. Amal (praktik) harus
didasarkan pada ilmu yang bermuara dari keimanan. Muara dari sinergitas atau
integrasi ilmu (wacana/teori), amal (praktik/gerakan), dan iman (teologi)
adalah transformasi sosial (kemaslahatan) untuk keadilan, kesetaraan, dan
kemanusiaan.
b.
Pendiri ISIF serta Pemikirannya
Husein Muhammad lahir di Cirebon, 9 Mei 1953. Setelah menyelesaikan
pendidikan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri (1973), Perguruan Tinngi ilmu Al-Qur’an
(PTIQ) di Jakarta (1980) kemudian belajar di Mesir. al-Azhar inilah beliau mulai berkenalan dengan buku-buku yang
dikarang oleh pemikiran besar Qosim Amin, Ahmad Amin, maupun filsafat dari
Barat yang ditulis dalam bahasa Arab seperti Nietzsche, Satre, Albert Camus,
dan yang lainnya. Tahun 1983, ia pulang ke Indonesia tanpa gelar dari
Universitas al-Azhar namun membawa segudang ilmu yang akan digunakan untuk
membela kaum yang di diskriminasikan yaitu perempuan.
Sebagai bentuk pembelaan terhadap perempuan, pada bulan November
2000, ia mendirikan Fahmina Institute. Lalu pada bulan Juli, bersama Sinta
Nuriyah, Mansour Faqih, dan Mohamad Sobari ia mendirikan Pesantren Pemberdayaan
Kaum Perempuan ‘Puan Amal Hayati’. Di tahun yang sama pula, ia mendirikan RAHIMA
institute serta mendirikan Forum Lintas Iman. Lalu pada tahun 2005, ia
bergabung sebagai pengurus The Wahid Institute Jakarta. Selain itu ia juga
tercatat sebagai anggota National Board of International Center for Islam and
Pluralisme (ICIP).
Karya-karyanya berkaitan mengenai gender antara lain:
a)
Refleksi
Teologis Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan, dalam Syafiq Hasyim, Menakar
harga Perempuan:Eksplorasi lanjut atas Hak-hak Reproduksi Perempuan dalam Islam
(Bandung:Mizan, 1999).
b)
Gender
di Pesantren: Pesantren and the Issue Of Gender Relation. Dalam Majalah Cultur,
The Indonesia Journal of Muslim Cultures, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2002.
c)
Kelemahan
dan Fitnah Perempuan, dalam Moqsith Ghazali.
d)
Islam
Agama Ramah Perempuan: Pembela Kyai Pesantren (Yogyakarta: LKIS, 2004).
Pokok
pemikiran dari Hussein Muhammad, perjuangan gender atau mengenai penyelesaian
persoalan ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan harus direspon dan
dipahami oleh semua manusia. Kaum perempuan masih diposisikan subordinasi oleh
kaum laki-laki, dimarjinalkan dan bahkan didiskriminasi, baik dalam sektor
domestik maupun publik. Posisi perempuan itu disamping karena faktor ideology
dan budaya yang memihak kaum laki-laki. Ketimpangan tersebut boleh jadi karena
justifikasi oleh pemikiran kaum agamawan. Hal ini terlihat dalam penafsiran
mereka atas al-Qur’an., misalnya dalam
Qs an-nisa:34, yang artinya:
“laki-laki adalah qawwam atas perempuan dikarenakan Allah telah
melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dank arena mereka
(laki-laki) memberikan nafkah dari harta mereka”
Para
ahli tafsir menyatakan bahwa qawwam dalam ayat tersebut berarti pemimpin,
penanggung jawab, pengatur dan pendidik. Kategori seperti ini sebenarnya tidak
menjadi persoalan serius sepanjang ditepatkan secara adil dan tidak didasari
oleh pandangan yang diskriminatif.
Menurut
Husein Muhammad, superioritas laki-laki tersebut dewasa ini tidak lagi dapat
dipertahankan sebagai sesuatu yang berlaku umum dan mutlak. Artinya, tidak
semua laki-laki lebih berkualitas dari perempuan. Superioritas laki-laki
bukanlah sesuatu yang tetap dan berlaku sepanjang masa. Melainkan ia merupakan
sebuah produk dari proses sejarah, yakni sebuah proses perkembangan yang terus
bergerak maju, dari nomaden menuju kehidupan yang menetap, dari ketertutupan
menjadi keterbukaan, dari kebudayaan tradisional menjadi budaya rasional, dan
dari pemahaman tekstual menuju pemahaman subtansial.
Dengan
cara pandang demikian, kita dapat memahami bahwa perempuan bukanlah makhluk
Tuhan yang harus selalu dan selamanya dipandang rendah hanya karena dia
perempuan. Sebagaimana yang berlaku dalam kebudayaan patriarki.
Hussein
Muhammad juga berpendapat bahwa ayat-ayat teologis yang selama ini
diinterpretasikan bias gender, juga harus dikaji ulang dan ditafsirkan kembali
dengan menggunakan pendekatan kesetaraan dan keadilan relasi antara perempuan
dan laki-laki. Seperti ayat penciptaan manusia, yang menjadikan dasar sebagian
ulama tafsir untuk menjustifikasi keyakinan bahwa perempuan diciptakan dari tulang
rusuk laki-laki sehingga kualitas yang pertama menjadi lebih rendah dari yang
kedua harus dibaca dan ditafsirkan kembali.
c.
Program/gerakan ISIF dalam
mengkampanyekan Kesetaraan Gender
Nama Program
|
:
|
Kampanye Anti Trafiking
|
Alokasi waktu
|
:
|
2008 – 2009
|
Tujuan
|
:
|
Memperkuat pengetahuan warga mengenai
kejahatan trafiking dan cara penanganan yang bisa dilakukan.
|
Deskripsi Kegiatan
|
:
|
Kampanye Anti Trafiking Fahmina berjalan
sejak 2004. Untuk program kegiatan 2008-2009 adalah sebagai berikut:
I. Kampanye Anti Trafiking Melalui
Media Publik
a. Penerbitan Buletin Al-Basyar
Al-Basyar memuat isu-isu seputar
ketahanan warga untuk menanggulangi traffiking, faktor-faktor sosial budaya
terkait kejahatan trafiking, kerja-kerja masyarakat, undang-undang dan
kebijakan pemerintah, serta kondisi global yang memengaruhi kejahatan
trafiking.
Buletin ini terbit setiap hari
Jum’at, dicetak sebanyak 13.000 eksemplar per edisi, dan disebarkan ke
masjid-masjid, majlis ta’lim, instansi pemerintah, beberapa ormas yang ada di
Cirebon dan jaringan anti trafiking se-wilayah III Cirebon dan Situbondo.
b. Produksi Iklan Layanan
Masyarakat
Iklan layanan masyarakat ini
diproduksi oleh aktivis radio komunitas dan diputar di radio-radio sebagai
media sosialisasi anti trafiking, terutama di daerah-daerah kantong buruh
migran.
c. Talkshow “Anti trafiking” di
Radio Komunitas
Bekerja sama dengan beberapa radio
komunitas yang difasilitasi Fahmina, program Talkshow tentang isu-isu
trafiking dan safe migration yang diselenggarakan dua minggu sekali, dengan
mengundang nara sumber sebagai pembicara.
II. Pertemuan Jaringan
Tujuan kegiatan ini adalah untuk
menyusun mekanisme kerja-kerja serta membuat sistem rujukan data dan kasus
untuk Jaringan Masyarakat Anti Trafiking (JIMAT) di Kabupaten Cirebon, yang
berdiri sejak 2005 dan bekerja untuk mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan
yang memihak pada kepentingan korban trafiking.
Bekerja sama dengan JIMAT, Fahmina
melakukan beberapa lobi agar Raperda Pencegahan dan Perlindungan untuk
Praktek Perdagangan Perempuan dan Anak segera disahkan.
|
Nama Program
|
:
|
Polmas (Perpolisian Masyarakat) / COP
(Community Oriented Policing)
|
Tujuan
|
:
|
Menciptakan kemitraan antara masyarakat dan
polisi dalam menangani isu-isu kemasyarakatan seperti keamanan. Program ini
juga dirancang untuk membangun kepercayaan publik kepada polisi. Hal ini
sesuai dengan program nasional dari kepala POLRI berdasarkan Skep no
737/X/2005. Program Polmas dibentuk untuk membantu polisi dalam melaksanakan
tugas-tugas pelayanan masyarakat yang lebih baik, mengurangi angka
kriminalitas, dan mendorong reformasi kepolisian.
|
Wilayah Kerja
|
:
|
Fahmina melaksanakan program ini di tiga
wilayah, yaitu Majalengka, Indramayu, dan Cirebon.
|
Deskripsi Kegiatan
|
:
|
Program difokuskan pada training untuk
menciptakan solusi atas masalah yang ada di masyarakat melalui kerjasama yang
efektif antara masyarakat dan polisi.
Kegiatan utama meliputi:
1.
needs assement (analisis
kebutuhan)
2.
merumuskan modul pelatihan
3.
melaksanakan tiga kali pelatihan
4.
kampanye media melalui newsletter
|
Nama Program
|
:
|
Peningkatan
Pendidikan Berperspektif Gender, Hak-hak Perempuan, Demokrasi, dan Pluralisme
pada Perguruan Tinggi Institut Studi Islam Fahmina
|
Alokasi waktu
|
:
|
1 Januari 2009 – 31 Desember 2012
|
Tujuan
|
:
|
Terwujudnya lembaga pendidikan Islam
dan studi Islam yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat, tetutama kelompok
marjinal melalui pendekatan Islam yang adil gender, pluralis, dan demokratis
untuk mengubah kehidupan masyarakat ke arah yang lebih adil dan manusiawi.
|
Deskripsi Kegiatan
|
:
|
|
Daftar
Pustaka
Fauzia, Amelia
dkk., Realita dan Cita Kesetaraan Gender di UIN Jakarta Baseline dan Analisa
Institusional Pengarusutamaan Gender Pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
1999-2003, (Jakarta: McGill IAIN-Indonesia Social Equity Project, 2004),
http:Rektor
Perempuan ugm Yogyakarta. www.ugm
.ac.id
http:Rektor-rektor
Perempuan di Indonesia. www.news.okezone.com
http: Prof.
Rochana Rektor Perempuan Pertama ISI Solo. www.krjogja.com
http://isif.ac.id
http://psga.uinjkt.ac.id
[1]Amelia Fauzia
dkk., Realita dan Cita Kesetaraan Gender di UIN Jakarta Baseline dan Analisa
Institusional Pengarusutamaan Gender Pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
1999-2003, (Jakarta: McGill IAIN-Indonesia Social Equity Project, 2004),
hlm. 81
[2]Diambil dari beberapa sumber yang berbeda, untuk lebih
jelasnya bisa dilihat di wibe site http:
Prof. Rochana Rektor Perempuan Pertama ISI Solo. www.krjogja.com, http:Rektor
Perempuan ugm Yogyakarta. www.ugm .ac.id, http:Rektor-rektor Perempuan di
Indonesia. www.news.okezone.com